Jumat, 26 Juli 2013

dermatitis atopik


a.       Definisi
Dermatitis atopik (DA) adalah peradangan kulit kronis residif disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Kata ‘atopi’ pertama kali diperkenalkan oleh Coca (1923), yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya. Misalnya : asma bronkial, rinitis alergik, dermatitis atopik dan konjungtivitis alergik.
Istilah lain dari dermatitis atopic adalah ekzema atopik, ekzema konstitusional, ekzema fleksural, neurodermatitis diseminata, prurigo Besnier.

b.      Epidemiologi
Belakangan ini prevalensi DA makin meningkat dan hal ini merupakan masalah besar karena terkait bukan saja dengan kehidupan penderita tetapi juga melibatkan keluarganya. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan Negara-negara industri lainnya, prevalensi DA pada anak mencapai 10 – 20 persen, sedangkan pada dewasa 1 – 3 persen. Di Negara agraris, prevalensi ini lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria adalah 1,3:1. DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari seperempat anaknya akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka ini meningkat sampai 75 persen. Resiko mewarisi DA lebih tinggi bila ibu yang menderita DA dibandingkan dengan ayah. Tetapi, bila yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka resiko untuk mewarikan kepada anaknya sama saja yaiitu kira-kira 50%.
c.       Etiopatogenesis
Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik.
1)   Faktor Genetik
DA adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran Kromosom 5 q31 – 33 karena mengandung gen penyandi IL3, IL4, IL13 dan GM – CSF (granulocyte macrophage colony stimulating factor) yang diproduksi oleh sel Th2. Pada ekspresi DA, ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas transkripsi gen IL-4. Dilaporkanadanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan DA tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun rinitif alergik. Serine protease yang diproduksi sel mast kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi pada resiko genetik DA
2)   Respons imun pada kulit
Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mast atau IgE yang ada di membran SL epidermis.
Bila antigen ditangkap IgE sel mast (melalui reseptor FcεRI), IgE akan mengadakan cross linking dengan FcεRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat (immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui reseptor FcεRI FcεRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-γ, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi. Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity.
Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil. Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcεRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF α dan sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA.
Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA. Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN-γ yang merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampu menginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinositepidermis. Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.

3)   Respons sistemik
Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :
·         Sintesis IgE meningkat.
·         IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.
·         Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.
·         Respons hipersensitivitas lambat terganggu
·         Eosinofilia
·         Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat
·         Sekresi IFN-γ oleh sel TH1 menurun
·         Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.
·         Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan IL-13
·         dan PGE2

4)   Sawar kulit
Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skincapacitance (kemampuan stratum korneum meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya.

5)   Faktor lingkungan
Peran lingkungan terhadap tercetusnya DA tidak dapat dianggap remeh. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia <5 tahun. Jenis makanan yang menyebabkan alergi pada bayi dan anak kecil umumnya susu dan telur, sedangkan pada dewasa seafood dan kacang-kacangan. Tungau debu rumah (TDR) serta serbuk sari merupakan alergen hirup yang berkaitan erat dengan asma bronkiale pada atopi dapat menjadi faktor pencetus DA. 95% penderita DA mempunyai IgE spesifik terhadap TDR. Derajat sensitisasi terhadap aeroalergen berhubungan langsung dengan tingkat keparahan DA. Suhu dan kelembaban udara juga merupakan faktor pencetus DA, suhu udara yang terlampau panas/dingin, keringat dan perubahan udara tiba-tiba dapat menjadimasalah bagi penderita DA.Hubungan psikis dan penyakit DA dapat timbal balik. Penyakit yang kronik residif dapat mengakibatkan gangguan emosi. Sebaliknya stres akan merangsang pengeluaran substansi tertentu melalui jalur imunoendokrinologi yang menimbulkan rasa gatal. Kerusakan sawar kulit akan mengakibatkan lebih mudahnya mikroorganisme dan bahan iritan (seperti sabun, detergen, antiseptik, pemutih, pengawet) memasuki kulit.

d.      Manifestasi Klinis
Kulit penderita dermatitis atopik umumnya kering, pucat/redup, kadar lipid di epidermis berkurang, dan kehilangan air lewat epidermis meningkat. Jari tangan teraba dingin. Penderita dermatitis atopik cenderung tipe astenik, dengan intelegensia diatas rata-rata, sering merasa cemas, egois, frustasi, agresif, atau merasa tertekan.
Gejala utama dermatitis atopik ialah pruritus, dapat hilang timbul sepanjang hari, tetapi umumnya lebih hebat pada malam hari. Akibatnya penderita akanmenggaruk sehingga timbul bermacam-macam kelainann di kulit berupa papul, likenifikasi, eritema, erosi, eskoriasi, eksudasi dan krusta.
Dermatitis atopic dapat di bagi ke dalam 3 fase, yaitu:
1)        Dermatitis infantil (usia 2 bulan sampai 2 tahun)
2)        Dermatitis atopik pada anak (usia 2 sampai 10 tahun)
3)        Dermatitis atopik pada remaja dan dewasa [1]
e.       Diagnosis
Diagnosis dermatitis atopik didasarkan kriteria yang disusun oleh Hanifin dan Rajka yang diperbaiki oleh kelompok kerja dari Inggris yang di koordinasi oleh Williams (1994).
Ø  Kriteria Mayor
-   Pruritus
-   Dermatitis di muka atau ekstensor pada bayi dan anak
-   Dermatitis di fleksura pada dewasa
-   Dermatitis kronis yang residif
-   Riwayat atopi pada penderita atau keluarganya

Ø  Kriteria Minor
-   Xerosis
-   Infeksi kulit (khususnya oleh S. aureus dan virus herpes simpleks)
-   Dermatitis nonspesifik pada tangan atau kaki
-   Iktiosis/hiperliniar palmaris/keratosis pilaris
-   Pitiriasis Alba
-   Dermatitis di papilla mame
-   White dermographism dan delayed blanch response
-   Keilitis
-   Lipatan infra orbital Dennie-Morgan
-   Konjungtivitis berulang
-   Keratokonus
-   Katarak subkapsular anterior
-   Orbita menjadi gelap
-   Muka pucat dan eritem
-   Gatal bila berkeringat
-   Intolerans terhadap wol atau pelarut lemak
-   Aksentuasi perifolikular
-   Hipersensitif terhadap makanan
-   Perjalanan penyakit dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan atau emosi
-   Tes kulit alergi tipe dadakan positif
-   Kadar IgE dalam serum meningkat
-   Awitan pada usia dini 

Diagnosis dermatitis atopik harus mempunyai tiga kriteria mayor dan tiga kriteria minor. Untuk bayi kriteria diagnosis dimodifikasi yaitu:
Ø  Tiga kriteria mayor berupa:
-   Riwayat atopi pada keluarga
-   Dermatitis di muka atau ekstensor
-   Pruritus
Ø  Ditambah tiga kriteria minor:
-   Xerosis/iktiosis/hiperliniaris palmaris,
-   Aksentuasi perifolikular
-   Fisura belakang telinga
-   Skuama di scalp kronis
                               
Pemeriksaan Penunjang
a.         Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan :
·         IgE serum : IgE serum dapat diperiksa dengan metode ELISA. Ditemukan 80 % pada penderita dermatitis atopik menunjukkan peningkatan kadar IgE dalam serum terutama bila disertai gejala atopi (alergi).
·         Eosinofil : Kadar serum dapat ditemukan dalam serum penderita dermatitis atopik. Berbagai mediatore berperan sebagai kemoatraktan terhadap eosinofil untuk menuju nke tempat peradangan dan kemudian mengeluarkan berbagai zat antara lain Major Basic Protein (MBP). Peninggian kadar eosinofil dalam darah terutama pada MBP.
·         TNF - α : Konsentrasi plasma TNF-a meningkat pada penderita dermatitis atopik dibandingkan penderita asma bronkhial.
·         Sel T : Limfosit T di daerah tepi pada penderita dermatitis atopik mempunyai jumlah absolut yang normal atau berkurang. Dapat diperiksa dengan pemeriksaan imunofluouresensi terlihat aktifitas sel T-helper menyebabkan pelepasan sitokin yang berperan pada patogenesis dermatitis atopik.
·         Uji tusuk : Pajanan alergen udara (100kali konsentrasi) yang dipergunakan untuk tes intradermal yang dapat memacu terjadinya hasil positif.
·         Pemeriksaan biakan dan resistensi kuman : Pemeriksaan dilakukan bila ada infeksi sekunder untuk menentukan jenis mikroorganisme patogen serta antibiotika yang sesuai. Sampel pemeriksaan diambil dari pus tempat lesi penderita.
b.             Dermatografisme Putih
Penggoresan pada kulit normal akan menimbulkan 3 respon, yakni : akan tampak garis merah di lokasi penggoresan selama 15 menit, selanjutnya mennyebar ke daerah sekitar, kemudian timbul edema setelah beberapa menit. Namun, pada penderita atopik bereaksi lain, garis merah tidak disusul warna kemerahan, tetapi timbul kepucatan dan tidak timbul edema.
c.         Percobaan Asetilkolin
Suntikan secara intrakutan solusio asetilkolin 1/5000 akan menyebabkan hiperemia pada orang normal. Pada orang DA. akan timbul vasokontriksi, terlihat kepucatan selama 1 jam.
d.        Percobaan Histamin
Jika histamin fosfat disuntikkan pada lesi penderita Dermatitis Atopik eritema akan berkurang, jika disuntikkan parenteral, tampak eritema bertambah pada kulit yang normal. [7]

f.       Penatalaksanaan
a.         Penatalaksanaan Umum
Berbagai faktor dapat menjadi pencetus DA dan tidak sama untuk setiap individu, karena itu perlu diidentifikasi dan dieliminasi berbagai faktor tersebut.
-            Menghindarkan pemakaian bahan-bahan iritan (deterjen, alkohol, astringen, pemutih, dll)
-            Menghindarkan suhu yang terlalu panas dan dingin, kelembaban tinggi.
-            Menghindarkan aktifitas yang akan mengeluarkan banyak keringat.
-            Menghindarkan makanan-makanan yang dicurigai dapat mencetuskan DA.
-            Melakukan hal-hal yang dapat mengurangi jumlah TDR/agen infeksi, seperti menghindari penggunaan  kapuk/karpet/mainan berbulu.
-            Menghindarkan stres emosi.
-            Mengobati rasa gatal.

b.      Pengobatan
1)        Pengobatan Topikal
·         Hidrasi kulit
Dengan melembabkan kulit, diharapkan sawar kulit menjadi lebih baik dan penderita tidak menggaruk dan lebih impermeabel terhadap mikroorganisme/bahan iritan. Berbagai jenis pelembab dapat dipakai antara lain krim hidrofilik urea 10%, pelembab yang mengandung asam laktat dengan konsentrasi kurang dari 5%. Pemakaian pelembab beberapa kali sehari, setelah mandi.
·         Kortikosteroid topikal
Walau steroid topikal sering diberi pada pengobatan DA, tetapi harus berhati-hati karena efek sampingnya yang cukup banyak. Kortikosteroid potensi rendah diberi pada bayi, daerah intertriginosa dan daerah genitalia. Kortikosteroid potensi menengah dapat diberi pada anak dan dewasa. Bila aktifitas penyakit telah terkontrol. Kortikosteroid diaplikasikan intermiten, umumnya dua kali seminggu.
·         Imunomodulator topikal
-          Takrolimus : Bekerja sebagai penghambat calcineurin, sediaan dalam bentuk salap 0,03% untuk anak usia 2 – 15 tahun dan dewasa 0,03% dan 0,1%. Pada pengobatan jangka panjang tidak ditemukan efek samping kecuali rasa terbakar setempat.
-          Pimekrolimus : Yaitu suatu senyawa askomisin yaitu suatu imunomodulator golongan makrolaktam. Kerjanya sangat mirip siklosporin dan takrolimus. Sediaan yang dipakai adalah konsentrasi 1%, aman pada anak dan dapat dipakai pada kulit sensitif 2 kali sehari.
-          Preparat TER : Mempunyai efek anti pruritus dan anti inflamasi pada kulit. Sediaan dalam bentuk salap hidrofilik misalnya mengandung liquor carbonat detergent 5% - 10% atau crude coaltar 1% - 5%.
·         Antihistamin
Antihistamin topikal tidak dianjurkan pada DA karena berpotensi kuat menimbulkan sensitisasi pada kulit. Pemakaian krim doxepin 5% dalam jangka pendek (1 minggu) dapat mengurangi gatal tanpa sensitisasi, tapi pemakaian pada area luas akan menimbulkan efek samping sedatif. 

2)      Pengobatan sistemik
·         Kortikosteroid
Hanya dipakai untuk mengendalikan DA eksaserbasi akut. Digunakan dalam waktu singkat, dosis rendah, diberi selang-seling. Dosis diturunkan secara tapering. Pemakaian jangka panjang akan menimbulkan efek samping dan bila tiba-tiba dihentikan akan timbul rebound phenomen.
·         Antihistamin
Diberi untuk mengurangi rasa gatal. Dalam memilih anti histamin harus diperhatikan berbagai hal seperti penyakit-penyakit sistemik, aktifitas penderita dll. Anti histamin yang mempunyai efek sedatif sebaiknya tidak diberikan pada penderita dengan aktifitas disiang hari (seperti supir). Pada kasus sulit dapat diberi doxepin hidroklorid 10- 75 mg/oral/2 x sehari yang mempunyai efek anti depresan dan blokade reseptor histamine H1 dan H2.
·         Anti infeksi
Pemberian anti biotika berkaitan dengan ditemukannya peningkatan koloni S. aureus pada kulit penderita DA. Dapat diberi eritromisin, asitromisin atau kaltromisin. Bila ada infeksi virus dapat diberi asiklovir 3 x 400 mg/hari selama 10 hari atau 4 x 200 mg/hari untuk 10 hari.
·         Interferon
IFN γ bekerja menekan respons IgE dan menurunkan fungsi dan proliferasi sel TH1. Pengobatan IFN γ rekombinan menghasilkan perbaikan klinis karena dapat menurunkan jumlah eosinofil total dalam sirkulasi.
·         Siklosporin
Adalah suatu imunosupresif kuat terutama bekerja pada sel T akan terikat dengan calcineurin menjadi suatu kompleks yang akan menghambat calcineurin sehingga transkripsi sitokin ditekan. Dosis 5 mg/kg BB/oral, diberi dalam waktu singkat, bila obat dihentikan umumnya penyakit kambuh kembali. Efek sampingnya adalah peningkatan kreatinin dalam serum dan bisa terjadi penurunan fungsi ginjal dan hipertensi.
·         Terapi sinar (phototherapy)
Dipakai untuk DA yang berat. Terapi menggunakan ultra violet β atau kombinasi ultra violet A dan ultra violet B. Terpai kombinasi lebih baik daripada ultra violet B saja. Ultra violet A bekerja pada SL dan eosinofil sedangkan ultra violet B mempunyai efek imunosupresif dengan cara memblokade fungsi SL dan mengubah produksi sitoksin keratinosit. 

g.      Diagnosis Banding
1.      Dermatitis Seboroik Fasii : Dermatitis seboroik pada muka mirip dengan dermatitis atopik tipe infant. Pada Dermatitis seboroik ditemukan skuama kekuningan dan berminyak pada daerah alis mata dan lipatan nasolabial. Pada DA lesi ditemukan biasanya pada pipi dan simetris.
2.    Neurodermatitis Sirkumskripta (Liken Simpleks Kronikus) : Pada DA tipe anak dan dewasa. Neurodermatitis Sirkumskripta dan DA sama-sama terasa gatal. Predileksi DA pada lipat siku, lipat lutut (fleksor) dan tengkuk. Predileksi neurodermatitis Sirkumskripta pada siku, punggung kaki (ekstensor) dan tengkuk. Pada DA biasanya sembuh setelah umur 30 tahun sedangkan neurodermatitis sirkumskripta dapat berlanjut sampai tua.
3.    Dermatitis Kontak Alergika : Lokasi pada semua bagian tubuh yang tekena bahan kontaktan. Lesi eritema bentuk numular hingga plakat, papula dan vesikel berkelompok disertai erosi. Terjadi pada semua umur.
4.   Dermatitis Numularis : Lesi eritematosus eksudatif berbentuk koin pada ekstremitas bagian ekstensor, bokong dan bahu disertai dengan Koebner fenomena. Lebih sering dijumpai pada pria dewasa.

h.      Prognosis

Tujuh puluh lima persen DA tipe infantil dan anak akan sembuh spontan pada umur 10-14 tahun. Sebagian akan berkesinambungan dengan kulit yang sensitif dan cenderung terjadi DA akibat iritan primer yang mudah terkontrol.

1 komentar:

  1. Terima kasih sharing tulisan di blog ini , sangat bermanfaat sekali..
    oya kalau boleh nambahkan referensi mungkin bisa juga kunjungi halaman situs ini http://www.tanyadok.com/kesehatan/gangguan-kesehatan-kulit-yang-sering-kambuh-jangan-jangan-dermatitis-atopik

    BalasHapus